Mengenang 33 Tahun Intifada

9 Desember, 33 tahun silam, tubuh Hatem Abu Sisi roboh bersimbah darah. Remaja Palestina berusia 17 tahun ini ditembak tentara Israel dalam sebuah aksi protes di Jalur Gaza. Hatem menjadi orang pertama dari hampir 1.500 warga Palestina yang dibunuh tentara Israel selama Intifada.

Menurut kamus bahasa Arab Almaany, Intifada berarti ‘guncangan’, ‘pemberontakan’ dan ‘pergolakan’. Dalam konteks Palestina, Intifada merupakan pemberontakan sipil selama lima tahun terhadap pendudukan Israel. 

Koran The New York Times pada peringatan setahun Intifada melaporkan, pergolakan meletus usai truk militer Israel IDF menabrak mobil yang ditumpangi empat pekerja Palestina di sekitar Jabalya, kamp pengungsi terbesar di Gaza, 8 Desember 1987. Semua warga Palestina dalam mobil – tiga di antaranya pengungsi Jabalya – tewas. 

Sejak 1948, orang Palestina terusir dan hidup di pengungsian akibat pendudukan Israel. Kali ini, Tel Aviv berulah dengan menghabisi nyawa pengungsi. Penduduk Gaza marah besar. 

Menurut Middle East Monitor, kurang lebih sepuluh ribu orang menghadiri pemakaman empat jenazah itu. Massa kemudian menggelar aksi protes. Tel Aviv meresponnya dengan bedil. Nyawa remaja Hatem Abu Sisi melayang.

Penembakan Hatem ternyata tak membuat penduduk Gaza ciut. Demonstrasi justru membesar dan merambat cepat hingga Tepi Barat dan Yerussalem Timur.

Buruh yang bekerja di wilayah kekuasaan Israel mengambil sikap mogok massal. Para pedagang di Yerussalem Timur menutup tokonya. 

Ketika para pemimpin faksi perlawanan Palestina berkumpul mendiskusikan perkembangan situasi, pemberontakan dari kamp-kamp pengungsi semakin memanas. Orang-orang di Gaza, Tepi Barat dan Yerussalem Timur turun ke jalan, membakar ban dan memblokade jalur keluar kendaraan darat Israel.

Pemerintahan Yitzhak Shamir mengerahkan serdadunya secara agresif untuk menekan pemberontakan. Mereka melesatkan tembakan gas air mata, peluru karet hingga peluru tajam. Demonstran bertahan dan melawan dengan melemparkan batu ke arah pasukan Israel.

Pada hari keempat pergolakan, Israel telah menghabisi nyawa enam orang Palestina dan melukai 30 orang. Tapi Yitzhak belum melihat tanda-tanda meredanya demonstrasi.

Ia akhirnya mencoba penangkapan massal. Pada tahun pertama, menurut catatan badan pengungsi dunia PBB, 5.500 orang Palestina diseret ke dalam sel. Selain itu, Tel Aviv mengasingkan para aktivis, menutup kampus, merusak rumah-rumah penduduk. 

Intifada selama berbulan-bulan menjadi perhatian dunia. Hampir 1.500 orang Palestina kehilangan nyawanya, puluhan ribu terluka dan 120 ribu orang ditangkap selama masa pergolakan.

Intifada pertama berakhir ditandai dengan kesepakatan yang ditandatangani oleh Pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Arafat dan Perdana Menteri Israel Yitzak Rabin di Oslo, Norwegia, 20 Agustus 1993. Momen ini kemudian dikenal dengan Perjanjian Oslo. 

Tujuh tahun kemudian, pemberontakan terhadap Israel kembali terjadi. Kurang lebih tiga ribu orang Palestina dan tiga ratus tentara Israel tewas. Aksi perlawanan selama hampir lima tahun ini disebut-sebut sebagai Intifida kedua atau Intifada Alaqsa.[]

Berbagi artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *