
Tindakan brutal pasukan Israel dan penodaannya terhadap wilayah tempat suci Masjid Al Aqsha yang terjadi beberapa waktu lalu, makin membuktikan bahwa Israel adalah Rezim Apartheid karena pilihan, bukan hanya sekadar kebetulan.
Menurut hukum internasioanal, bahkan ketika dalam situasi perang, tindakan menyerang paramedis adalah kejahatan, menyerang jurnalis adalah kejahatan, menyerbu tempat ibadah dan menembaki jemaah juga merupakan kejahatan. Maka dunia tak selayaknya tutup mata dan membiarkan kejahatan Israel yang hingga kini terus berlangsung, apalagi menganggapnya sebagai hal remeh yang tak perlu dikutuk dan dikecam.
Begitu pula dengan sudut pandang pemberitaan media mainstream yang selama ini berlangsung, perlu ditegaskan kepada mereka bahwa apa yang terjadi di Palestina bukanlah sebuah peristiwa yang dapat dengan entengnya disebut sebagai “bentrokan”. Ini adalah serangan. Karena Aqsha dan Yerusalem tidak “diperebutkan”, melainkan diduduki oleh rezim ilegal dan penjajah bernama Israel.
Siapa pun yang bertanya-tanya apa akhir dari “permainan keji” Israel harus melihat beberapa hari terakhir di mana pasukan mereka telah menewaskan setidaknya 14 warga sipil Palestina, menabur kekacauan di Tepi Barat, dan melukai puluhan Jemaah di wilayah tempat suci Masjid Al Aqsha, tak peduli saat ini bulan suci Ramadan.
Berdasar pada semua fakta ini, tak dapat lagi disangkal bahwa Israel memang rezim apartheid karena pilihan, dan tujuan dari aksi-aksi brutalnya selama ini adalah semacam tindakan sadar untuk mempertahankan rezim anti kemanusiaan ini dengan cara apa pun yang menurut mereka mungkin untuk dilakukan. [SHR]