Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas senang mendengarkan Indonesia menolak normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Ekspresi itu ditangkap oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, ketika ikut mendengarkan percakapan Abbas dengan Presiden Jokowi melalui telepon, 6 Desember 2020.
“Presiden Abbas gembira atas konsistensi sikap Indonesia dalam mendukung Palestina,” kata Teuku kepada Kospy.id, kemarin.
Pada hari yang sama, mantan Duta Besar di Kanada ini ikut mendampingi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan maklumat secara virtual mengenai beragam isu. Di antaranya, posisi Indonesia setelah Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Negara mayoritas muslim yang disebut terakhir sempat menolak normalisasi sebelum akhirnya menerima.
The Jerusalem Post melaporkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump masih terus berupaya mengajak negara-negara Arab dan muslim lainnya untuk membuka hubungan diplomatik dengan Tel Aviv. Mengutip sebuah sumber diplomatik, media Yerusalem ini memprediksi Indonesia bakal mengikuti jejak UEA dalam beberapa pekan ke depan.
Nah, apakah kunjungan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo ke Istana Bogor pada Oktober silam bagian dari usaha mendekatkan Indonesia dengan Israel? Mengapa Indonesia menolak normalisasi padahal Trump menyebutnya bertujuan damai? Berikut kutipan wawancara Kospy.id dengan Teuku Faizasyah, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu melalui sambungan telepon:
Dalam waktu empat bulan, empat negara mayoritas muslim membuka hubungan diplomatik dengan Tel Aviv. Bagaimana dengan komitmen Indonesia?
Komitmen Indonesia adalah ikut memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan tujuan akhirnya adalah apa yang disebut two-state solution atau solusi dua negara. Kalau itu bisa tercapai, tentunya bisa saja ada penyesuaian dari sisi kebijakan dalam hubungan dengan Israel.
Seperti apa bentuk penyesuaiannya?
Dalam kesepakatan internasional, solusi damai dalam konflik Arab – Israel atau Palestina – Israel adalah apa yang disebut solusi dua negara. Artinya ada negara Palestina merdeka dan ada negara Israel hidup berdampingan secara damai dalam batas-batas yang jelas. Jika kondisi itu sudah tercapai tentunya yang menjadi kendala kita untuk membangun hubungan dengan kedua negara tersebut, Palestina dan Israel, sudah tak ada lagi.
Jika itu tujuannya, bukankah Amerika Serikat mengklaim normalisasi juga bertujuan damai?
Iya, tapi damainya untuk kepentingan siapa? Kan Palestina tidak dilibatkan dalam proses itu. Jadi ini hanya suatu kesepakatan yang didesain antara Amerika Serikat dan Israel. Termasuk misalnya, pemindahan ibu kota ke Yerussalem yang ditentang oleh banyak negara tapi dilaksakan secara sepihak. Jadi apa yang menjadi kepentingan Palestina dan sudah didukung berbagai resolusi dewan keamanan PBB, tidak diindahkan. Palestina dikeluarkan dalam proses perdamaian itu sendiri.
Dalam konferensi pers daring, 6 Desember, Menteri Retno mengatakan, “Hingga saat ini tidak terdapat niatan Indonesia untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel.” Pernyataan itu dianggap masih membuka peluang normalisasi dengan Israel ke depannya sebagaimana diberitakan The Jerusalem Post.
Kita tidak bekerja berdasarkan berita yang tak jelas. Yang kita tegaskan adalah posisi prinsip politik luar negeri.
Apa itu?
Bahwa Ibu Menlu menyatakan tidak akan segera menormalisasi hubungan. Itu berangkat dari arahan Presiden kepada Menlu.
(Dalam perbincangannya dengan Abbas, Jokowi mengatakan, meskipun banyak terjadi perubahan yang begitu cepat di Timur Tengah, Indonesia tidak akan mengambil langkah apa pun untuk normalisasi dengan Israel hingga terwujudnya perdamaian abadi dan komprehensif antara rakyat Palestina dan Israel)
Apakah normalisasi dengan Israel juga dibicarakan dalam pertemuan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Presiden Jokowi di Istana Bogor pada Oktober silam?
Tidak ada pembicaraan mengenai hal tersebut.
Pada November lalu, Pemerintah membuka calling visa kepada delapan negara termasuk Israel di saat seluruh perbatasan Indonesia ditutup untuk kunjungan orang asing lantaran pandemi Covid-19. Kebijakan ini juga dipersepsi sebagai tanda upaya normalisasi. Tanggapan Anda?
Mungkin saja jika bisa diinterpretasikan begitu. Tapi itu saya tidak tahu persis. Sebaiknya ditanyakan kepada pihak imigrasi yang memberikan pengumuman mengenai re-aktivasinya kebijakan calling visa. Masyarakat bisa menginterpretasikan apa saja dan kita tidak bisa mencegahnya. Masyarakat mencoba menerjemahkan apapun berdasarkan persepsi mereka.
Termasuk kerja sama Israel dan Indonesia dalam dagang dan turisme?
Kalau hubungan antar masyarakat kan bisa terjadi, people to people, business to business bisa terjadi, jadi bukan sesuatu yang bisa diartikan sebagai hubungan formal antar negara.
Sebagai negara yang berkomitmen mendukung kemerdekaan Palestina, apa langkah Indonesia terdekat terhadap proyek normalisasi yang terus dikampanyekan AS?
Yang saya catat dari pembicaraan Presiden Jokowi dan Abbas, Presiden Jokowi akan mengutus Ibu Menlu untuk bertemu dengan mitranya Menlu Palestina. Ini bagian dari upaya Indonesia mendukung perdamaian. Ini salah satu langkah ke depan kita akan cermati.
Bisa dijelaskan sedikit lebih detail tujuan pengutusan Ibu Menlu?
Saya tidak tahu persisnya, tapi kalau disebutkan mengutus untuk mendukung perdamaian, dalam berbagai hal, ya bisa berkonsultasi dan lain-lain. Kita tunggu saja hasil kunjungan Ibu Menlu seperti apa itu.
Apa yang membuat Jokowi memutuskan untuk menghubungi Mahmoud Abbas dan apa poin penting yang Anda catat dari pembicaraan keduanya?
Saya tidak tahu persis yang menelpon itu Presiden Abbas atau Presiden Jokowi. Tapi dalam pembicaraan telepon itu yang saya catat apresiasi dari Presiden Abbas terhadap posisi Indonesia yang konsisten mendukung kemerdekaan Palestina. Presiden Abbas gembira atas konsistensi sikap Indonesia dalam mendukung Palestina.[]