MENYUSUL klaim sepihak Amerika Serikat bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel, muncullah propaganda Zionisme. Dikatakan, Yerusalem atau Al-Quds adalah hak waris bangsa Yahudi karena Kota Suci itu 4.000 tahun lalu dibangun Raja Daud; dan ‘diaspora’ Yahudi di Eropa memiliki hak pulang ke Tanah Yang Dijanjikan (baca: Palestina) seperti difirmankan Tuhan di dalam Alkitab (baca: Taurat).
Zionisme berpandangan bahwa setiap Yahudi saat ini adalah keturunan langsung dari Yahudi kuno yang menerima Taurat di Gunung Sinai 4.000 tahun silam. Mereka kemudian beremigrasi dari Mesir ke Palestina dan terbuang dua kali: Abad ke-6 Sebelum Masehi dan 70 Masehi. (Baca: Palestina Dalam Ingatan dan Al-Quds Sebagai Gerakan Sosial)
Benarkah demikian?
Dalam bukunya The Invention of the Jewish People, sejarawan Israel, Sholomo Sand, justru menilai pandangan di atas baru muncul di kalangan Yahudi pada akhir Abad ke-19. Pandangan tersebut diterima begitu saja tanpa reserve di kalangan akademik Israel.
Saat pencetus Zionisme, Theodore Herzl, menyatakan pandangan itu pada Konferensi Zionisme pertama di Basel, Swiss, pada akhir Abad ke-19, hanya minoritas kecil rabi (rohaniawan Yahudi) yang datang. Mayoritas rabi menentang rencana Herzl.
Sejarawan awal Yahudi, Flavius Josephus, tak pernah mencatat terjadinya “pembuangan” penduduk Yahudi dari Palestina secara massal saat pemberontakan terhadap penguasa Romawi terjadi pada 70 Masehi. Sand juga menyatakan, tak ada jejak arkeologis yang bisa ditemukan terkait dengan populasi pengungsi dalam jumlah besar dari Palestina pada masa itu. (Baca: Anak-Anak Palestina)
Sejarawan Yahudi generasi berikutnya, Yitzhak Baer, malah menulis bahwa komunitas Yahudi tetap hidup dan berkembang di Palestina sejak 70 Masehi. Mereka inilah yang kemudian disebut sebagai “fellahin” (petani) dan seiring waktu berpindah keyakinan dari Yahudi kepada Kristianitas dan Islam.
Dalam bukunya The Origin of The Arabs of The Country, Abraham Polak, seorang Zionis tulen, berpendapat bahwa penduduk asli Palestina adalah keturunan Yahudi kuno yang dalam ribuan tahun telah mengubah keyakinan dari Yahudi ke Islam dan Kristen. Pendapat yang sama dikemukakan David Ben-Gurion dan Yitzhak Ben-Zvi dalam buku mereka Eretz Israel in the Past and in the Present. Ben-Gurion kelak menjadi perdana menteri pertama Israel sedangkan Ben-Zvi presiden kedua negara itu.
Lalu siapakah imigran Yahudi yang datang ke Palestina dari Eropa?
Arthur Koestler, penulis Israel modern, dalam buku The Thirteenth Tribe: The Khazar Empire and Its Heritage (1976) menulis bahwa imigran Yahudi Eropa yang kini menjadi warga Israel adalah keturunan Khazar, bukan keturunan Yahudi kuno. Khazar adalah kerajaan pada Abad ke-8 Masehi yang terletak di kawasan Kaukasus (Eropa timur). Pada masa itu, seluruh penduduk kerajaan berpindah keyakinan kepada Yahudi.
Argumentasi di atas meruntuhkan klaim “keturunan Yahudi kuno” yang “terbuang” dari “Tanah Yang Dijanjikan” dan “mengembara” untuk “pulang”. Tanpa semua klaim itu, maka tak ada justifikasi untuk menganeksasi Yerusalem dan bahkan mendirikan negara “rasis” Israel.[]
Baca: DAMAI TANPA KEADILAN
Baca: DAMAI TANPA KEADILAN