Minggu lalu, di tengah malam, Anda bisa mendengar nyanyian di gang-gang kamp pengungsi Jenin ketika para pemuda datang untuk melindungi kamp.
Mereka bernyanyi sambil memblokade pintu masuk kamp dengan gundukan tanah dan ban karet. Kemudian mereka menunggu tentara pendudukan menyerbu kamp menyusul beberapa ancaman dari rezims Israel.
Anak-anak muda Jenin menyanyikan lagu-lagu patriotik untuk teman-teman mereka –para martir yang telah dibunuh oleh pasukan Israel– di tengah nyanyian lain yang terdengar di seluruh kamp.
Para pemuda Jenin ini membagi tugas di antara mereka. Satu kelompok akan membagikan air dan makanan kepada yang hadir, kelompok lain akan menutup pintu masuk ke kamp, yang lain melakukan perjalanan antara lokasi strategis di kamp, dan kelompok terakhir yang mungkin memiliki peran paling penting: terus mengawasi pintu masuk dari kota demi mengantisipasi kemungkinan serangan mendadak.
Sejak awal tahun ini, pasukan Israel telah membunuh 15 warga Palestina di kota Jenin, Tepi Barat utara, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Dalam beberapa pekan terakhir, perlawanan di kamp Jenin telah kembali mengemuka di Tepi Barat, terutama menyusul pengumuman rezim Israel yang akan memulai operasi besar-besaran di daerah tersebut menyusul serangan di Tel Aviv yang dilakukan oleh warga kamp Jenin, Raad Hazem, yang membunuh tiga orang Israel.
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett memperingatkan pada saat itu, “tidak ada dan tidak akan ada batasan untuk perang ini. Kami memberikan kebebasan penuh untuk bertindak kepada tentara, Shin Bet [Badan Intelijen Domestik] dan semua pasukan keamanan untuk mengalahkan teror”.
Sejak itu, pasukan Israel menghadapi perlawanan sengit setiap kali mereka mencoba memasuki kamp Jenin. Ketika melakukannya, mereka sering menyamar sebagai warga sipil atau dengan kekuatan bersenjata yang luar biasa yang mengakibatkan bentrokan bersenjata. Seringkali penggerebekan ini berakhir dengan pembunuhan orang-orang yang tidak bersalah karena siapa pun di jalan bisa menjadi sasaran.
Kekhawatiran akan serangan mendadak di kamp Jenin juga meningkat sejak intelijen militer Israel mengumumkan bahwa mereka akan menyerbu kamp tersebut kecuali jika Fathi Hazem, ayah Raad Hazem, menyerahkan diri.
Bulan ini saja, delapan warga Palestina, termasuk Mohammad Zakarneh yang berusia 17 tahun, telah dibunuh oleh pasukan Israel selama penggerebekan untuk membunuh atau menangkap anggota keluarga Hazem.
Dalam contoh lain, Hanan Khaddour yang berusia 19 tahun meninggal pada 18 April setelah ditembak oleh pasukan Israel dalam serangan untuk menangkap Fathi Hazem saat dia dalam perjalanan pulang dari sekolah.
Hazem yang lebih tua mengatakan bahwa dia siap untuk menyerahkan diri begitu dia memiliki kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada putranya. “Berikan saya tubuh anak saya untuk memeluk dan menguburkannya, dan saya akan menyerahkan diri saya setelah itu,” katanya dalam sebuah pernyataan yang diposting ke Facebook.

Pasukan Israel semakin menghadapi perlawanan bersenjata ketika menyerbu wilayah mana pun di kegubernuran Jenin, baik kamp pengungsi, kota yang berdekatan, atau desa-desa sekitarnya. Sel-sel individu telah terbentuk di desa-desa ini, dan pejuang Perlawanan dari kamp melakukan perjalanan ke desa-desa ini untuk menghadapi pasukan Israel dan mengusir serangan.
M.J., seorang penduduk kamp tersebut, mengatakan bahwa setiap kali pasukan Israel mencoba melakukan operasi militer di kamp Jenin dan gagal, mereka mulai menargetkan warga sipil di jalan-jalan dan menembakkan peluru tajam ke arah mereka.
“Mereka menggunakan korban sipil sebagai metode untuk menghukum Perlawanan dan menyembunyikan kegagalannya dari warga Israel.” [SHR]