Isu utama pekan ini masih terkait rezim Israel yang baru, yang dipilih dengan suara mayoritas tipis pada Minggu (13/6) malam.
Setelahnya, ada banyak delusi yang dijajakan tentang “era baru” dalam politik Israel.
Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab mengatakan dia berharap dapat “bekerja sama untuk mengamankan perdamaian di kawasan itu” dengan rezim Israel yang baru. Tidakkah ini cukup menggelikan?
Belum lagi pernyataan “Si Pengantuk” Joe Biden yang mengatakan bahwa dia “berkomitmen penuh untuk bekerja dengan rezim Israel yang baru demi memajukan keamanan, stabilitas, dan perdamaian bagi orang Israel, Palestina, dan orang-orang di seluruh wilayah yang lebih luas”.
Namun kenyataannya, seperti yang dikatakan Ali Abunimah kepada stasiun TV Turki TRT World, bagi orang Palestina, rezim Israel yang baru ini tak ubahnya “kapak yang sama, di tangan algojo yang berbeda”. Artinya, baik Benyamin Netanyahu maupun Naftali Bennet, sudah pasti akan berperilaku sama-sama kejamnya.
Lebih dari itu, faktanya justru Perdana Menteri baru Israel, Naftali Bennett bahkan lebih “ke kanan” daripada pendahulunya, Benyamin Netanyahu.
Sosok ini adalah pria yang, selama dekade terakhir telah berkampanye melawan Netanyahu dari kelompok “kanan”. Nama partainya (Yamina) secara harfiah adalah “Ke kanan”. Partainya sebelumnya, Rumah Yahudi, secara eksplisit dibentuk untuk mewakili kepentingan pemukim ilegal Tepi Barat.
Dia tidak hanya berpartisipasi dalam pembantaian Qana yang terkenal pada tahun 1996, mengakhiri kehidupan lebih dari 100 warga sipil Lebanon dan penjaga perdamaian yang telah berlindung di pangkalan PBB, tetapi dia secara terbuka menyombongkan diri tentang orang-orang yang dia bunuh.
“Saya telah membunuh banyak orang Arab dalam hidup saya –dan tidak ada masalah dengan itu,” katanya pada tahun 2013. []