Saat Olimpiade Tokyo 2020 memicu kehebohan internasional di dunia olahraga, seniman dan desainer grafis, Nader Asmar, mengingatkan “dunia pahlawan” Palestina yang ikut ambil bagian dalam “Olimpiade” mereka sendiri setiap hari.
Seniman Palestina ini telah menggunakan sublimasi, bentuk ekspresi kemarahan yang dapat diterima secara sosial –mengubah rasa sakit menjadi sebuah karya seni. Meskipun merupakan praktik katarsis, ini adalah cerminan lumrah dari keluhan sosial dan politik jutaan orang di seluruh dunia, yang direproduksi dari waktu ke waktu dengan didasari empati.
Kesedihan yang dialami orang-orang Palestina di bawah rezim apartheid haus darah, yang memproklamasikan diri sebagai “Israel”, menjadikan seni sebagai alternatif media komunikasi ke dunia luar pada saat lobi-lobi gencar Israel bertujuan untuk menghapus Palestina dari peta dunia.
Karya seniman Nader Asmar, seperti seni lainnya, merupakan ancaman bagi keamanan kemapanan kolonial.
Di tengah gempita internasional saat Olimpiade Tokyo 2020 berlangsung, Al Mayadeen mewawancarai Nader tentang koleksi lukisannya, yang disebutnya sebagai “Olimpiade Palestina”.
“Olimpiade Palestina” mencakup pertempuran yang orang Palestina seperti Nader sendiri alami sebagai bagian alami dari kehidupan sehari-hari mereka dalam perjuangan mereka di bawah pendudukan rezim Zionis.
Nader, seorang desainer grafis dan seniman otodidak, tinggal di Ramallah, Palestina. Koleksi seninya serupa rangkaian Olimpiade, mulai dari olahraga panjat tebing, sepak bola, hingga trek dan lapangan– untuk mendapatkan intinya: menendang sekaleng gas air mata, memanjat Tembok Acre untuk melompat ke Laut Mediterania, dan banyak lagi penggambaran lainnya.
“Koleksi terbaru ‘Olimpiade Palestina’ adalah ekspresi dari kehidupan sehari-hari warga Palestina, yang [misalnya], menyerupai Olimpiade atletik Palestina saat mereka memanjat tembok apartheid untuk sampai ke Yerusalem,” terang Nader.
Dia melanjutkan, “Satu-satunya perbedaannya adalah Anda tidak akan mendapatkan medali apa pun di akhir pertandingan.”
Protes di Beita menyuarakan keluhan terhadap pendirian pos terdepan pemukim Israel baru-baru ini. Pos-pos pemukim Israel secara ilegal dibangun di atas tanah Palestina dan terutama digunakan untuk memata-matai dan menindas warga Palestina. Warga memegang obor dan membakar ban, dan pasukan pendudukan menembaki para pengunjuk rasa dan membunuh 5 warga Palestina.
Pasukan pendudukan telah terlibat dalam penangkapan massal dan acak terhadap anak di bawah umur.
Faktanya, “Israel” adalah satu-satunya entitas saat ini dengan catatan luar biasa berkenaan dengan tahanan anak-anak berusia 7 tahun. Setidaknya 500-700 tahanan anak ditahan setiap tahun –beberapa di bawah 1 tahun.
“Rezim pendudukan memiliki kemampuan untuk menangkap pemuda tak bersenjata,” kata Nader. “Gambar ini menyerupai pertandingan antara pegulat Olimpiade, kecuali bahwa itu adalah pertandingan yang tidak adil.”
Meskipun keadaan meningkat sehubungan dengan agresi Israel baru-baru ini terhadap Gaza, banyak kandidat Olimpiade, termasuk judoka Aljazair Fethi Nourine, telah mengundurkan diri dari turnamen demi menolak bertanding dengan atlet Israel.
“Ini adalah bukti dukungan untuk Palestina meskipun ada banyak godaan,” ujar Nader.
Menurut Nader, orang-orang seperti Nourine “memenangkan lebih dari satu medali -dia memenangkan hati orang-orang Palestina”.
“Ada perang melawan seni, dalam arti narasi Israel melawan Palestina, itu sebabnya saya mencoba menggambarkan kebenaran. Jadi, saya menghadapinya, tidak harus dengan tank dan senapan mesin, melainkan melalui kuas saya,” tegas Nader.
Untuk melihat lebih banyak lagi “Olimpiade Palestina” dan karya lain seniman Palestina ini, silakan kunjungi halaman Facebook-nya. []