AlQUDS DAY – Rezim Lemah Sok Gagah

 


“Israel bangsa cerdas, ekonominya maju, teknologinya militer sangat canggih dan tak bisa dikalahkan.” Begitulah predikat yang kerap menyilaukan sejumlah kalangan, termasuk di Indonesia, sehingga memimpikan negaranya bersekutu dengan Tel Aviv.

Tapi benarkah suatu negara mendapat manfaat dari berkawan dengan Israel? Apakah Yordania ikut menjadi negara kuat dan solid sejak 27 tahun silam menjalin hubungan diplomatik dengan Israel? 

Menurut analis Timur Tengah, Musa Kazhim, yang terjadi justru sebaliknya.  “Ekonomi Yordania kini berantakan, mengalami krisis, dan menghadapi kudeta internal,” katanya dalam peringatan Hari Alquds yang digelar secara daring oleh Aliansi Peduli Palestina, Jumat, 7 Mei 2021. 

Bahkan sekutu terkuat Israel, Amerika Serikat, merasa dirugikan oleh Tel Aviv. Belakangan ini, kata Musa, tidak sedikit politisi di Negeri Paman Sam menilai Israel sebagai beban.

Pendukung terlama Israel di dunia Islam, Mesir, juga menanggung kehancuran ekonomi dan berada di ambang perang dengan Etiopia. Pada Maret silam, Kairo telah menjalin hubungan diplomatik dengan Tel Aviv selama 42 tahun.

“Tapi apa yang didapatkan dari Isreal? Kalau memang dapat sesuatu yang hebat dari Israel, ekspos saja,” ujar alumni Hubungan Internasional Universitas Indonesia ini. 

Menghadapi perlawanan dari organisasi non-negara saja, sendi-sendi pertahanan Israel goyah. Pada akhir 2008, misalnya, Israel membombardir Gaza dengan F-16 dan mendapat balasan dari Hamas. 

Roket-roket Hamas menghantam kota-kota besar Israel. Tidak cukup sebulan berperang, Tel Aviv meminta gencatan senjata. 

Sementara pada tahun 2000 di Lebanon, Isarel terdepak keluar dari negara itu akibat mendapatkan perlawanan sengit dari Hizbullah. Enam tahun kemudian, mitos keperkasaan Israel semakin hancur berkeping-keping setelah gagal memenangkan perang 33 hari melawan Hizbullah.

“Padahal persenjataan, dukungan internasional, modal politik hingga duit kelompok perlawanan sangat minim tapi telah menggucang dan membikin Israel koar-koar ke mana-mana, mengeluh, menampakkan diri sebagai korban dari terorisme,” katanya. “Ini menunjukkan rezim ini sangat lemah.”

Mental ‘sok kuat’ ini disebut ‘mustakbir‘ dalam bahasa Alquran. Di antara ciri mustakbir ialah selalu menampilkan kehebatan.  

Alquran menjuluki Iblis ‘mustakbir‘ lantaran makhluk ini sok hebat. Iblis bersumbar dirinya lebih baik dari makhluk yang tercipta dari tanah. 

Tapi kelemahan mustakbir tersingkap ketika mendapat perlawanan. “Sesungguhnya tipu daya setan itu lemah…,” demikian bunyi akhir Surat An-Nisa Ayat 76 dalam Alquran.

Jadi mustakbir, kata Musa, sejatinya bukan orang yang kuat. Mereka hanya sok hebat padahal tidak memiliki kekuatan.  

Sementara analis geopolitik dari Universitas Padjajaran, Dina Y. Sulaeman, mengemukakan adanya upaya serius untuk mendorong normalisasi hubungan Indonesia dan Israel. Upaya ini bersandar pada, contohnya, narasi Israel memiliki teknologi militer dan pertanian  yang sangat canggih. 

Menurut para pendukung normalisasi, kedua teknologi ini sangat dibutuhkan Indonesia. Mereka memuji teknologi Israel setinggi langit seolah-olah Indonesia tak memiliki apapun dan tak bisa berbuat apa-apa.

Padahal jika normalisasi terjadi, hanya Israel yang mengambil untung. Sementara Indonesia tidak akan mendapatkan kecuali segelintir orang saja. 

Israel bakal berbahagia andai dapat menjual barang dagangannya ke negara yang memiliki jumlah penduduk mencapai 270 juta ini.  “Israel akan mendapatkan banyak sekali keuntungan jika dapat mengekspor berbagai macam barang ke Indonesia,” ujar pendiri Indonesian Centre for Middle East Studies (ICMES) ini. 

Dan tentunya Israel bakal memetik citra positif di mata dunia apabila memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Kalau ini sampai terjadi, menurut Dina, front pembela Palestina mendapatkan pukulan telak.

***


Masyarakat di berbagai negara memperingati Hari Alquds sedunia sebagai bentuk solidaritas pada kaum tertindas, khususnya Palestina. Peringatan ini digelar pada Jumat terakhir setiap bulan Ramadan.

Pada Hari Alquds, orang-orang turun ke jalan berdemonstrasi menyuarakan perlawanan terhadap Israel, Zionisme dan kebijakan sewenang-wenang Amerika Serikat. Mereka berasal dari berbagai agama, suku, dan warna kulit.  

Ketika dunia menghadapi wabah Covid-19 sejak tahun lalu, Hari Alquds tetap digelar secara daring. Sejumlah komunitas menyelenggarakan webinar. Di antaranya Aliansi Peduli Palestina yang tahun ini menghadirkan narasumber Dina Y. Sulaeman, Musa Kazim dan Presiden Ikatan Pelajar Indonesia di Iran 2019-2021 Ismail Amin Pasannai.   

Aksi tahunan ini berawal dari Imam Khumaini mendeklarasikan Jumat terakhir pada Ramadhan pertama setelah kemenangan Revolusi Islam Iran sebagai Hari Alquds, 16 Agustus 1979.  Bagi Imam Khumaini, kata Ismail Amin, Palestina bukan hanya tertindas oleh kolonialisme militer Israel tapi juga pemberitaan media Barat. 

Berbagai corong informasi justru menyudutkan Palestina dan berupaya mengalihkan perhatian dunia dari isu penjajahan Israel. “Oleh karena itu, Imam Khumaini menghadirikan Hari Alquds agar umat manusia dan khususnya muslimin tidak melupakan nasib Palestina,” kata Ismail. []



Berbagi artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *