Jejak Qasem Soleimani di Bumi Palestina


Pagi di penghujung tahun, 80 burung besi Israel terbang bersamaan ke langit Gaza, Palestina. Dalam 220 detik, burung besi yang terdiri jet tempur F-16 dan heli tempur AH-64 Apache itu melesatkan bom ke seratus titik yang telah direncanakan. Setidaknya 205 warga sipil tewas.

Tapi Gaza menolak takluk. Enam jam kemudian, 60 roket balasan meluncur sejauh 60 mil dari basis kelompok perlawanan Palestina, Hamas.

Proyektil itu menghantam kota-kota besar Israel seperti Ashdod, Bersyeba dan Gedera. Dunia terheran-heran dengan serangan balik kelompok perlawanan.

Bukankah roket Hamas hanya bisa mencapai 9,9 mil? Bagaimana bisa misil anyar itu berada di tangan kelompok perlawanan di Gaza, wilayah yang telah diblokade oleh Israel? 

Lantaran mendapat kejutan dari Gaza,  perang yang dimulai 27 Desember 2008 itu akhirnya berlanjut pada hari-hari berikutnya. Rata-rata Gaza meluncurkan 44 roket setiap hari. Hingga pada 18 Januari 2009 Israel mengumumkan gencatan senjata. 

“Perang itu termasuk bersekala besar dan Haji Qasem hadir di medan perang sejak awal,” kata Sekretaris Jenderal Jihad Islam Palestina  Ziyad Nakhlah dalam program Face to Face Press TV, 28 Desember 2020. Sapaan ‘Haji Qasem’ merujuk kepada Komandan Pasukan Alquds Jenderal Qasem Soleimani. 

Ziyad tak bercerita cara Jendral asal Iran itu masuk ke Gaza. Menurut perwakilan Hamas di Lebanon, Ahmed Abdel-Hadi, Soleimani pernah masuk ke Gaza lebih dari sekali. 

Soleimani dan perwira tinggi Hizbullah Lebanon Imad Mughniyah, kata Hadi, yang memiliki ide pembangunan trowongan bawah tanah di Gaza untuk mengakali blokade Israel. Meski demikian, Hamas tak mengiyakan Soleimani memasuki Gaza melalui tembusan bawah tanah. 

“Sejumlah isu keamanan dan militer kadang sangat rahasia dan hanya satu atau dia orang yang mengetahuinya,” kata petinggi senior Hamas, Mahmoud Alazhar, seperti dikutip dalam buku Jenderal Qasem Soleimani: Jalan Cinta Sang Penumpas ISIS (Imania, 2020)

Komandan kelahiran Kerman 11 Maret 1957 ini bukan orang kemarin sore menembus medan berat. Sebelumnya, misalnya, Soleimani pernah menyambangi Beirut ketika Israel membombardir seluruh akses keluar masuk Lebanon dalam perang 2006.

Sebelum masuk ke Lebanon, Soleimani yang sedang berada di Damaskus menelpon kantor kelompok perlawanan Hizbullah di Beirut. Ia bilang, dirinya ingin menemui Sekretaris Jendral Hizbullah Hasan Narsallah.

Nasralah menceritakan, para rekannya sampai bertanya-tanya bagaimana Soleimani akan bisa sampai ke Beirut. “Isreal telah menghancurkan semua jembatan, jalan, dan kendaraan,” kisah Nasrallah seperti dikutip Masseer Especial Journal, 1 Oktober 2019. 

Tapi Soleimani bukan orang yang mudah menyerah. Ia kekeh ingin menemui Nasrallah karena dia membawa pesan penting dari pemimpin militer tertinggi Iran, Ali Khamenei. 

Hizbullah kemudian mengkondisikan situasi hingga akhirnya dapat menjemput kedatangan sang Jendral dan membawanya ke Beirut pada awal perang bekecamuk.  

F-16 Israel secara membabi buta menghujani Lebanon dengan bom. Tapi Hezbollah bertahan dan melawan dengan meluncurkan roket-roket Katyusha hingga ke pedalaman Israel.  

Perang 33 hari akhirnya berakhir dengan kemenangan Hizbullah. Mereka bukan saja berhasil memukul mundur Israel dari Lebanon tapi merontokkan mitos keperkasaan militer Tel Aviv yang pernah mengalahkan gabungan tentara Arab dalam tempo kurang dari seminggu pada perang tahun 1967. 

“Haji Qasem menghabiskan usianya bertahun-tahun di berbagai medan perang, di Palestina, Irak, Suriah, Labanon,” kata Ziyad. 

Di Palestina, ia mengenal medan dengan baik, demikian juga para komandan dan para politisnya.  Bahkan, kata Ziyad, Soleimani mengetahui nilai orang per orang dari ratusan pejuang Palestina.

Ini karena Haji Qasem tak pernah menjauh dari isu Palestina, khususnya sejak 1998, setelah ia menerima amanat sebagai Komandan Pasukan Alquds, satu unit elit Korps Garda Revolusi Islam IRGC. 

Dalam lawatan pertama sebagai Komandan Alquds ke Suriah, ia mengatur pertamuan dengan setiap kelompok perlawanan Palestina di Damaskus. Ia memiliki pertemuan pribadi dengan setiap kelompok dan pertemuan umum dengan semua kelompok. 

“Dia mendengar setiap orang dan berdiskusi berbagai masalah Palestina,” ujarnya.

Tak hanya itu, ia sendiri yang menindaklanjuti setiap isu dari hasil diskusinya dengan kelompok perlawanan. Sekecil dan sebesar apapun masalah itu. 

Ia kemudian melatih para pejuang Palestina agar aktivitas militernya berkembang. Dari bagaimana menggunakan AK-47, bahan peledak hingga meluncurkan roket. 

“Dia sendiri yang mengawasi pelatihan militer dan bekerja siang-malam untuk menghasilkan para pejuang,” kata Ziyad. 

Sebelumnya, persediaan senjata kelompok perlawanan Palestina sangat terbatas. Sampai kemudian Pasukan Alquds datang bukan hanya membantu memberikan pelatihan tapi juga fasilitas militer.   

Orang-orang pun bertanya, bagaimana mungkin Pasukan Alquds dapat mengirimkan senjata ke Gaza yang sedang diblokade oleh negara-negara Arab dan Israel. “Ketika itu, ini sepertinya mustahil. Tapi saya ingin menyampaikan bahwa Haji Qasem sendiri yang secara langsung mengawasi jalannya operasi yang kompleks itu,” katanya.  

Soleimani lah yang melawat ke sejumlah negara untuk mendapatkan cara mengirimkan senjata dan berbagai fasilitas ke Gaza. Di sisi lain, Soleimani senantiasa menjaga agar pelatihan militer bagi pejuang Palestina tetap berlangsung secara reguler. 

Dia tidak hanya berupaya mengirimkan misil yang telah jadi ke kelompok perlawanan di Palestina tapi juga mentransfer teknologi agar para pejuang bisa membuat senjata secara mandiri. “Jadi, hari ini Gaza dapat dengan bangga mengumumkan telah memiliki ribuan misil yang dapat menghantam seluruh kota yang diduduki oleh rezim Zionis,” ujarnya. 

Ziyad bilang, ini semua dilakukan oleh Pasukan Alquds di bawah pengawasan langsung Soleimani. Sekjen Jihad Islam ini menyaksikan secara langsung Haji Qasem mementau aktivitas militer di medan tempur ketika perang Gaza melawan Israel meletus pada akhir 2008.

“Saya ingat dalam sebuah pertemuan, dia membawa peta militer seluruh wilayah Palestina,” katanya. Kemudian Soleimani mendiskusikan titik-titik target di wilayah musuh yang akan dihantam dengan roket.  

Soleimani juga memberikan masukan untuk mengembangkan misil hingga level tertentu. Dia bisa melakukan semua itu lantaran pergaulannya yang luwes dan senantiasa menyambung hubungan manusiawi dengan setiap orang, setiap faksi perlawanan.  “Haji Qasem juga bermain bola dengan kami,” katanya. 

Nasrallah mengatakan, semua proyek Amerika Serikat dari 2001 hingga 2011 untuk mewujudkan ‘Timur Tengah Baru’ mengalami kegagalan. Paman Sam gagal mengendalikan Kawasan berdamai dengan Israel, menormaliasi hubungan Arab dan Israel agar isu Palestina tersingkirkan, melenyapkan gerakan perlawanan, mendominasi sejumlah negara dan akhirnya menaklukkan Iran. 

Pada awal 2006, proyek Amerika Serikat di Palestina gagal dengan kemenangan warga Palestina dalam Pemilu. Di pertangahan tahun yang sama, proyek AS menumpas Hizbullah lewat agresi Israel juga berujung pahit.  

Gagalnya dua proyek itu, menurut Nasrallah, berkonsekuensi pada kegagalan rencana ketiga Wahshington menumbangkan Pemerintahan Suriah yang sah. Proyek ketiga AS benar-benar kandas ketika Qasem Soleimani memimpin gerakan perlawanan melenyapkan kelompok ekstremisme seperti ISIS di Suriah dan Irak.  


Amerika Serikat memang telah lama mengincar kepala Soleimani.  Percobaan pembunuhan terhadapnya telah dilakukan berkali-kali, termasuk pada September 2019 di masjid Kermen, Iran, tempat Soleimani bakal menghadiri majelis duka. Tapi semuanya sia-sia. 

Hingga menjelang dini hari, 3 Januari 2020, pesawat tampak awak Amerika Serikat MQ-9 Reaper menemukan target buronan. Soleimani terpantau sedang menuruni tangga sebuah penerbangan komersial dari Damaskus di Bandara Internasional Baghdad, Irak. 

Akhirnya, terjadilah apa yang terjadi pada malam itu. Pemerintah Presiden AS Donald Trump menghabisi nyawa Soleimani dengan licik: membunuhnya ketika sedang menjadi tamu negara Perdana Menteri Irak Adil Abdul Mahdi.  

Ketika kabar duka Komandan Alquds sampai ke telinga warga Gaza, mereka menggelar acara berkabung besama-sama di tenda yang dihiasi oleh foto Soleimani. Bendara AS dan Israel dibentangkan di atas tanah depan pintu tenda sehingga setiap pengunjung dapat menginjaknya sebelum masuk tempat acara duka. 

“Kami telah kehilangan sosok tokoh hebat. Komandan yang layak mendapatkan kehormatan dan pujian. Perlawanannya, pengorbanannya dan kekuatannya menjadi sebuah model bagi kami untuk belajar dan akan mengamalkannya,” kata Ziyad.[] 

Berbagi artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *