Nakba: Pembersihan Etnis di Palestina

SEJAK akhir 1947 hingga 15 Mei 1948, lebih daripada 700.000 penduduk Palestina diusir paksa dari rumah dan tanah mereka. Pengusiran terjadi akibat serangkaian aksi milisi-milisi Zionis: penghancuran kampung-kampung Arab, ancaman, pendudukan militer, dan pembantaian, di antaranya pembantaian 107 penduduk Deir Yassin pada 9 April 1948 yang didalangi milisi Irgun dan Lehi.
Di atas tanah yang ditinggalkan oleh 700.000 penduduk Palestina itulah, didirikan “negara Yahudi” yang disebut Israel pada 15 Mei 1948. Tanggal itulah yang kemudian dirayakan Israel sebagai hari kemerdekaan.
Sementara itu, 700.000 penduduk Palestina tersebut beserta keturunannya yang kini berjumlah lebih daripada 5 juta jiwa tetap menjadi pengungsi sampai saat ini. Padahal, hak pulang mereka ke kampung halaman dijamin dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan hukum internasional.
Karena itu, ketika Israel merayakan hari kemerdekaan dengan festival dan parade militer, pengungsi Palestina mengenang Nakbaatau ‘bencana’. Saat Israel dan pendukungnya berpesta, rakyat Palestina tetap menuntut hak-hak mereka yang ditindas oleh kebijakan pembersihan etnis Israel selama 71 tahun terakhir.
Selama itu pulalah pembersihan etnis Israel terhadap Palestina terus berlangsung di hadapan mata dunia internasional. Pembiaran dunia internasional mengalami puncaknya pada dua tahun lalu, atau tepatnya 6 Desember 2017, saat Amerika Serikat secara sepihak mengumumkan Yerusalam sebagai ibukota Israel.
PBB sudah menyatakan bahwa Yerusalem berstatus “kota internasional” sejak 11 Desember 1948. Komunitas internasional juga telah bersepakat bahwa Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua, adalah bagian dari tanah Palestina yang diduduki Israel.
Artinya, klaim sepihak Amerika dan Israel atas Yerusalem telah melanggar hukum internasional dan kesepakatan komunitas internasional. Klaim sepihak itu juga menunjukkan bahwa Amerika bukanlah mediator yang netral seperti selama ini digembar-gemborkan dan telah mematikan upaya perdamaian yang kerap disebut dengan “solusi dua-negara”.

Kini, tak ada jalan lain bagi komunitas internasional dan para pencinta keadilan selain perlawanan terhadap kebijakan rasis Zionisme. Sudah saatnya, masyarakat internasional menolak manuver politik sepihak Amerika dan Israel dan mengambil alih proses penyelesaian masalah Palestina dengan menghapuskan segala bentuk penjajahan dan menjadikan Palestina sebagai negeri bagi mereka yang bersedia hidup berdampingan dalam keadilan dan perdamaian.[]


Berbagi artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *